Jumat, 30 September 2011

10 Tips Sukses Berfikir Positif

Semua orang yang  berusaha meningkatkan diri dan ilmu pengetahuannya pasti tahu bahwa hidup kan lebih mudah dijalani bila kita selalu berpikir positif. Tapi, bagaimana melatih diri supaya pikiran positiflah yang 'beredar' di kepala kita, tak banyak yang   tahu. Oleh karena itu, sebaiknya kita kenali saja dulu ciri-ciri orang yang berpikir positif dan mulai mencoba meniru jalan pikirannya.
1. Melihat masalah sebagai tantangan
Bandingkan dengan orang yang melihat masalah sebagai cobaan hidup yang terlalu berat dan bikin hidupnya jadi paling sengsara sedunia.
2. Menikmati hidupnya
Pemikiran positif akan membuat seseorang menerima   keadaannya dengan besar hati, meski tak berarti ia tak berusaha untuk mencapai   hidup yang lebih baik.

3. Pikiran terbuka untuk menerima saran dan ide
Karena dengan begitu, boleh jadi ada hal-hal baru yang akan membuat segala sesuatu lebih baik.

4. Mengenyahkan pikiran negatif segera setelah pikiran itu terlintas   di benak Memelihara' pikiran negatif lama-lama bisa diibaratkan membangunkan singa tidur. Sebetulnya tidak apa-apa, ternyata malah bisa menimbulkan masalah.

5. Mensyukuri apa yang dimilikinya
Dan bukannya berkeluh-kesah tentang apa-apa   yang tidak dipunyainya.

6. Tidak mendengarkan gosip yang tak menentu
Sudah pasti, gosip berkawan baik   dengan pikiran negatif. Karena itu, mendengarkan omongan yang tak ada   juntrungnya adalah perilaku yang dijauhi si pemikir positif.

7. Tidak bikin alasan, tapi langsung bikin tindakan
Pernah dengar pelesetan   NATO (No Action, Talk Only), kan? Nah, mereka ini jelas bukan penganutnya. NARO (No Action Review Only), NADO (No Action Dream Only), NATO (No Action Talk Only), NACO (No Action Concept Only), NABO (No Action Briefing Only), NAMO (No Action Meeting Olny), NASO (No Acton Strategy Only)

8. Menggunakan bahasa positif
Maksudnya, kalimat-kalimat yang bernadakan optimisme, seperti "Masalah itu pasti akan terselesaikan," dan   "Dia memang berbakat."

9. Menggunakan bahasa tubuh yang positif
Di antaranya   adalah senyum, berjalan dengan langkah tegap, dan gerakan tangan yang ekspresif,   atau anggukan. Mereka juga berbicara dengan intonasi yang bersahabat, antusias,   dan 'hidup'.  

10. Peduli   pada citra diri
Itu sebabnya, mereka berusaha tampil baik. Bukan   hanya di luar, tapi juga di dalam.  

Sebuah garis dalam kehidupanku

Sabda Rasulullah SAW, “Barangsiapa akhirat menjadi obsesinya, maka Allah menjadikan semua urusannya lancar, hatinya kaya dan dunia datang kepadanya dalam keadaan tunduk. Dan, barangsiapa dunia menjadi obsesinya, maka Allah mengacaukan semua urusannya, menjadikannya miskin dan dunia datang kepadanya sebatas yang ditakdirkan untuknya.” Ibnu Majah meriwayatkan dengan sanad shahih

Barangsiapa akhirat menjadi kesibukan utamanya dan obsesinya, maka setiap hari ia ingat perjalanan hidupnya kelak, apa pun yang ia lihat di dunia pasti ia hubungkan dengan akhirat, dan akhirat selalu ia sebut di setiap pembahasannya. Ia tidak bahagia kecuali karena akhirat, tidak sedih kecuali karena akhirat. Tidak ridha kecuali karena akhirat. Tidak marah kecuali krn akhirat. Tidak bergerak, kecuali karena akhirat. Dan tidak berusaha kecuali karena akhirat.

Siapa saja yang bisa seperti itu, ia diberi tiga kenikmatan oleh Allah Ta’ala. Nikmat yang Dia berikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki diantara hamba-hambaNya. Yaitu orang-orang yang menyiapkan jiwa mereka hanya untuk ALLAH Ta’ala dan tdk ada selain DIA yang masuk ke hati mereka, baik itu berhala-berhala dunia, atau perhiasan, atau pesonanya.

Nikmat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Seluruh urusan lancar
   Allah SWT memberinya ketentraman dan kedamaian, mengumpulkan semua idenya, meminimalkan sifat lupanya, mengharmoniskan keluarganya, menambah jalinan kasih sayang antara dirinya dan pasangannya, merukunkan anak-anaknya, mendekatkan anak2 padanya, menyatukan sanak kerabat, menjauhkan konflik dari mereka, mengumpulkan hartanya, ia tidak pusing memikirkan bisnisnya yg tdk begitu baik, tidak bertindak spt orang bodoh, membuat hati manusia terarah padanya, siapapun mencintainya dan melancarkan urusan-urusan yang lain.

2. Kaya hati
   Nikmat yang paling agung adalah kaya hati, sebab Rasulullah SAW bersabda dalam hadits shahih, yg artinya; “ Kekayaan hakiki bukan berarti harta melimpah. Tapi, kekayaan ialah kekayaan hati” (HR. Muslim)

Imam Al Manawi berkata; maksudnya, kekayaan terpuji itu bukan banyak harta dan perabotan. Sebab banyak sekali orang dibuat kaya oleh Allah, namun kekayaannya yg banyak itu tidak bermanfaat baginya dan ia berambisi menambah kekayaannya, tanpa peduli dari mana sumbernya.

Ia seperti orang miskin, karena begitu kuat ambisinya. Orang ambisius itu miskin selama-lamanya. Tapi, kekayaan terpuji dan ideal menurut orang-orang sempurna adalah kekayaan hati.
Di riwayat lain disebutkan kekayaan jiwa. Maksudnya, org yang punya kekayaan jiwa merasa tidak membutuhkan jatah rizkinya, menerimanya dengan lapang dada, dan ridha dengannya, tanpa memburu dan memintanya dengan menekan.

Barangsiapa dijaga jiwanya dari kerakusan, maka jiwanya tentram, agung, mendapatkan kebersihan, kemuliaan, dan pujian. Itu semua jauh lebih banyak ketimbang kekayaan yang diterima orang yg miskin hati. Kekayaan membuat org yg miskin hati terpuruk dalam hal-hal hina dan perbuatan-perbuatan murahan, karena kecilnya obsesi yang ia miliki. Akibatnya, ia menjadi org kerdil di mata orang, hina di jiwa mereka, dan menjadi orang paling hina.

Jika seseorang punya harta yang berlimpah, namun ia tidak qana’ah (merasa cukup) dengan rizki yang diberikan Allah SWT kpdnya, maka ia hidup terengah-engah spt binatang buas dan menjadikan hartanya sbg tuhan baru. Sungguh, ia orang miskin sejati, krn org miskin ialah orang yg selalu tidak punya harta dan senantiasa merasa membutuhkannya.

Dikisahkan, seseorang berkata kepada orang zuhud, Ibrahim bin Adham, lalu berkata, “saya ingin anda menerima jubah ini dariku.” Ibrahim bin Adham berkata,”Kalau Anda kaya, saya mau menerima hadiah ini. Jika anda miskin, saya tdk mau menerimanya.” Orang itu berkata,”saya org kaya.”

Ibrahim bin Adham berkata,”Anda punya jubah berapa?” Orang itu menjawab,”Dua ribu jubah.” Ibrahim bin Adham berkata,”Apakah Anda ingin punya empat ribu jubah?” Orang itu menjawab, “Ya.” Ibrahim bin Adham berkata,”Kalau begitu anda miskin (karena masih butuh jubah lebih banyak lagi). Saya tidak mau menerima hadiah jubah ini darimu.”

3. Dunia datang kepadanya
   Saat ia lari dari dunia, justru dunia mengejarnya dalam keadaan tunduk. Spt yg dikatan Ibnu Al-jauzi,” Dunia itu bayangan. Jika engkau berpaling dari bayangan, maka bayangan itu membuntutimu. Jika engkau memburu bayangan, maka bayangan menghindar darimu. Orang zuhud tidak menoleh kepada bayangan dan malah diikuti bayangan. Sedang org ambisius (rakus) tidak melihat bayangan setiapkali ia menoleh kepadanya.”

Sedang orang yang dunia menjadi obsesinya, ia hanya memikirkan dunia, bekerja karenanya, peduli kepadanya, tidak bahagia kecuali karenanya, tidak berteman dan memusuhi orang karenanya. Akibatnya, ia dihukum Allah dengan tiga hukuman;

1. Urusannya kacau
   Allah SWT mengacaukan semua urusannya. Hatinya menjadi gundah tidak tenang, pikirannya kacau, jiwanya guncang dan kalut dalam hal yg sepele. Allah SWT mengacaukan hartanya, mengacaukan anak-anak dan pasangannya. Allah SWT membuat manusia antipati kepadanya. Tidak ada seorngpun yang mencintainya sebab Allah SWT menentukannya dibenci orang di bumi.

2. Selalu miskin
   Hukuman ini membuatnya selalu tidak puas, padahal memiliki harta banyak. Ia senantiasa merasa miskin. Dan itu menjadikannya lari hingga terengah-engah di belakang harta.

3. Dunia lari darinya
   Dunia selalu lari darinya. Ia memburu dunia tapi malah dijauhi dan ia berlari dibelakangnya, persis seperti orang yang mengira fatamorgana itu air. Ketika ia tiba di fatamorgana, ia tidak mendapatkan apa-apa.

Inilah yang membuat Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu berkata, “Obsesi dunia itu kegelapan di hati, sedang obsesi kepada akhirat itu cahaya di hati.”

Bagaimana karakteristik dari orang-orang yang terobsesi pada akhirat?
Kita bisa mengukur dengan membandingkannya pada diri kita.
Sebelumnya mengenai hal ini ada tiga kelompok orang dalam berobsesi thd akhirat:

1. Orang yang lebih sibuk dengan akhirat daripada dunia.
   Mereka mebuat hidupnya didominasi oleh akhirat. Dunia hanya diletakkan digenggaman tangannya bukan di hatinya. è kelompok orang yang sukses

2. Orang yang lebih sibuk dengan dunia daripada dengan akhirat
   Mereka begitu cinta dunia hingga dunia menguasainya dan membuatnya lupa total kepada akhirat dan mereka juga tidak tahu bahwa dunia itu jembatan menuju akhirat. è kelompok orang yang celaka

3. Orang yang sibuk dengan keduanya sekaligus.
   Mereka tidak ingin masuk pada kelompok pertama atau kedua, namun ingin mendapatkan sebagian karakteristik kelompok pertama dan sebagian kelompok kedua. è kelompok orang yang dalam kondisi kritis.

Tentunya kita tidak ingin masuk ke dalam kelompok kedua dan ketiga, karenanya kita perlu mengetahui karakteristik kelompok pertama yaitu orang-orang yang sukses.
Karakteristik dari kelompok pertama antara lain:

1. Sedih karena akhirat
Sedih karena akhirat membuat orang punya perasaan takut Allah Ta’ala meng-hisab dirinya pd Hari Kiamat, lalu ia meng-hisab dirinya sebelum ia dihisab kelak di akhirat.

2. Selalu mengadakan Muhasabah (evaluasi diri)
Umar bin Khattab Ra berkata “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab. Timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang. Dan, bersiap-siaplah menghadapi Hari Kiamat.”

3. Selalu beramal utk akhirat
Amal shalih bukan hanya shalat, puasa, membaca Al-qur’an dan dzikir, tapi amal shalih adalah apa saja yang dicintai Allah Ta’ala.

4. Trenyuh melihat pemandangan kematian
Seorang tabi’in Ibrahim An Nakhai berkata, “Jika kami datang ke rumah orang yang meninggal atau mendengar ada orang yang meninggal dunia, hal itu membekas pada kami hingga berhari-hari, karena kami tahu ada sesuatu (ajal) datang pada org tersebut, lalu membawanya ke surga atau neraka”

Itulah pengingat bagi kita semua, bahwa sesungguhnya kehidupan ini adalah sarana untuk kembali kepada Allah, sekolah yang raportnya nanti akan dibagikan di akhirat. Mari kita sama-sama mengevaluasi diri kita, selalu meluruskan niat kita hanya kepada Allah dan berdoa kepada memohon ketetapan iman di hati sampai pada hari penutup kita nanti.

“Yaa muqollibalquluub tsabbit qolbiy alaa diinika” Wahai Dzat yang membolak-balik hati, kokohkan hatiku tetap berada di atas agamamu.

Wallahu’alam

-Taujih Ruhiyah, Al-Bilali, Abdul Hamid

Jalan Menuju Sukses

Pada suatu kala, seorang pria sedang berjalan di sebuah tempat untuk mencari harta karun. Sampai akhirnya, tibalah ia di sebuah jalan bercabang tiga. Kebetulan ada orang tua yang sedang berdiri di pinggir persimpangan jalan tersebut.
Pria itu sedang bingung karena ada tiga jalan menuju arah yang berbeda. Ia pun sulit memutuskan mau memilih jalan yang ingin ditempuh. Lalu ia bertanya pada orang tua tersebut, “Hai, pak tua. Bolehkah saya bertanya? Saya sedang dalam perjalanan mencari harta karun. Tapi di depan saya ada tiga jalan yang berbeda. Bolehkah bapak menunjukkan kepada saya jalan yang benar?”
Orang tua itu tidak menjawab. Ia hanya menunjuk jalan yang pertama.
Pria itu berterima kasih dan segera mengambil jalan yang pertama.
Beberapa saat kemudian, pria yang tadi kembali lagi. Tapi kali ini seluruh badannya kotor terkena lumpur. Ia mendekati pak tua itu dan berkata, “Hai, pak tua. Tadi saya tanya arah ke tempat harta karun dan Anda menunjuk ke jalan pertama. Tapi saya malah terjebak ke dalam kolam lumpur yang luas. Badan saya jadi kotor begini.” Ia lalu bertanya, “Sekarang di mana jalan menuju harta karun? Tolong tunjukkan pada saya!”
Orang tua itu tetap tidak bersuara. Ia kemudian menunjuk ke jalan yang ke dua.
Pria itu kemudian berterima kasih dan segera mengambil jalan yang kedua.

orang tua menunjuk jalanBeberapa saat kemudian, pria tersebut kembali lagi. Badannya bukan hanya terkena lumpur pekat, tapi juga celananya penuh dengan sobekan dan kakinya luka seperti tergores sesuatu.
Kali ini ia mendekati pria tua itu dengan ekspresi wajah yang kesal.Ia berkata dengan sedikit marah, “Hai, pak tua! Tadi saya menanyakan arah menuju tempat harta karun dan Anda menunjuk ke jalan yang kedua. Tapi, jalan itu penuh dengan semak berduri. Seluruh kaki saya jadi terluka karena tergores duri.”
Kali ini ia bertanya lagi, “Sekarang saya tanya sekali lagi, di mana jalan menuju harta karun itu? Anda sudah dua kali membohongi dan mencelakai saya. Sekali lagi berbohong, Anda akan tahu akibatnya.”
Pria tua itu tetap diam, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Ia sekarang menunjuk ke jalan yang ke tiga.
“Apakah Anda yakin dan tidak berbohong?” tanya pria itu.
Pria tua itu menganggukkan kepalanya dan sekali lagi menunjuk ke jalan yang ketiga.
Pria itu pun segera pergi meninggalkan pria tua tersebut. Namun beberapa saat kemudian, ia kembali lagi sambil berlari seperti ketakutan. Dengan napas tersengal, ia bertanya dengan marah, “Hai, pak tua! Apakah Anda mau membunuh saya? Di jalan sana ada banyak sekali binatang buas. Itu sama saja dengan cari mati.”
Pria tua itu akhirnya buka mulut, berkata, “Semua jalan tadi sebenarnya bisa menuju ke tempat harta karun. Hanya saja untuk menuju ke sana, Anda harus melewati jalan tersebut. Anda bisa memilih melewati kolam lumpur, semak berduri, atau binatang buas. Anda bisa pilih salah satu. Kalau benar-benar mau pergi ke tempat harta karun, Anda harus berani melewati salah satunya. Jika Anda tidak mau, silakan kembali saja.”
Begitu mendegar penjelasan dari pria tua itu, ia menundukkan kepala. Ia mundur, membatalkan perjalanannya dan kembali pulang…

Pesan kepada pembaca:

Saya yakin semua orang dengan semangat akan menjawab “Ya” saat ditanya apakah mereka ingin meraih kesuksesan. Namun sebagian besar tidak berani menjawab saat ditanya apakah mereka bersedia membayar harganya. Kenyataan yang sering terjadi adalah banyak sekali orang yang tidak bersedia menempuh jalan kesuksesan yang terlihat sangat berat. Mereka hanya ingin langsung sampai di garis finis, tapi tidak pernah mau melangkahkan kakinya untuk mencapai garis finis tersebut.
Salah satu tantangan berat yang harus Anda hadapi saat berjuang meraih kesuksesan adalah mendorong diri Anda untuk maju meskipun jalan yang sedang Anda tempuh sangat berat, berliku, dan penuh rintangan. Tantangan inilah yang seringkali membuat nyali seseorang menjadi ciut. Tantangan inilah yang akhirnya menyebabkan banyak orang tidak berani membayar harga dari sebuah kesuksesan. Mereka tidak siap untuk membayar dan lebih memilih melupakan kesuksesan yang ingin mereka raih.
Tidak peduli apa pun tujuan yang ingin Anda capai, rintangan tetap akan ada dan tidak akan hilang. Di mana ada kesuksesan, di situ ada rintangan yang menghalanginya. Hanya orang-orang sukses yang berani menghadapi rintangan demi rintangan sampai akhirnya meraih tujuan. Sebaliknya orang gagal lebih memilih untuk menyerah. Dan yang lebih menyedihkan, mereka bahkan tidak berani mencoba saat melihat betapa beratnya perjalanan yang harus dilalui. Mental mereka sudah dikalahkan jauh sebelum mereka memulai.
Rintangan akan selalu berdiri di depan kesuksesan. Anda harus berani melewatinya sebelum berhasil mendapatkan kesuksesan. Ada dua pilihan, mengeluh dan menyalahkan rintangan itu atau mendorong diri Anda untuk mengalahkan rintangan tersebut. Anda boleh menyalahkan rintangan yang kelihatannya selalu menghadang Anda. Tapi cobalah pikirkan, apakah rintangan itu akan hilang dengan cara menumpahkan kekesalan Anda?

Sumber : http://www.resensi.net/

Pikirkan dan Syukurilah...!!!

Ingatlah setiap nikmat yang Allah anugerahkan kepada Anda. Karena Dia telah melipatkan nikmat-Nya dari ujung rambut hingga ke bawah kedua telapak kaki.
dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim:34)
Kesehatan badan, keamanan negara, sandang pangan, udara dan air, semuanya tersedia dalam hidup kita. Namun begitulah, Anda memiliki dunia, tetapi tidak pernah menyadarinya. Anda menguasai kehidupan, tetapi tak pernah mengetahuinya.
tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan.” (QS. Luqman: 20)
Anda memiliki dua mata, satu lidah, dua bibir, dua tangan dan dua kaki.
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar-Rahman: 13)
Apakah Anda mengira bahwa, berjalan dengan kaki itu sesuatu yang sepele, sedadngkan kaki acapkali  menjadi bengkak apabila digunakan jalan terusp-menerus tiada henti? Apakah Anda mengira bahwa berdiri tegak di atas kedua betis itu sesuatu yang mudah, sedang keduanya bisa saja tidak kuat dan suatu ketika patah?
Maka sadarilah, betapa hinanya diri kita manakala tertidur lelap, ketika sanak saudara di sekitar Anda masih banyak yang tidak bisa tidur kkarena sakit yang mengganggunya? Pernahkah Anda merasa nista manakala dapat menyantap makanan lezat dan minuman dingin saat masih banyak orang di sekitar Anda yang tidak bisa makan dan minum karena sakit?
Coba pikirkan, betapa besarnya fungsi pendengaran, yang dengannya Allah menjauhkan Anda dari ketulian. Coba renungkan dan raba kembali mata Anda yang tidak buta. Inggatlah dengan kulit Anda yang terbebas dari penyakit lepra dan supak. Dan renungkan betapa dahsyatnya fungsi otak Anda yang selalu sehat dan terhindar dari kegilaan yang menghinakan,
Adakah Anda ingin menukar mata Anda dengan emas sebesar gunung Uhud, atau menjual pendengaran Anda seharga perak satu bukit? Apakah Anda mau membeli istana-istana yang menjulang tinggi dengan lidah Anda, hingga Anda bisu? Maukah Anda menukar kedua tangan Anda dengan untaian mutiara, sementara tangan Anda butung?
Begitulah, sebenarnya Anda berada dalam kenikmatan tiada tara dan kesempurnaan tubuh, tetapi Anda tidak menyadarinya. Anda tetap merasa resah, suntuk, sedih, dan gelisah, meskipun Anda masih mempunyai nasi hangat untuk disantap, air segar untuk diteguk, waktu yang tenang untuk tidur pulas, dan kesehatan untuk terus berbuat.
Anda acapkali memikirkan sesuatu yang tidak ada, sehingga Anda pun lupa mensyukuri yang usdah ada. Jiwa Anda mudah terguncang hanya karena kerugian meteri yang mendera. Padahal. sesungguhnyaAnda masih memegang kunci kebahagiaan, memiliki jembatan pengantar kebahagiaan, karunia, kenikmatan, dan lain sebagainya. Maka pikitkanlah semua itu, dan kemudian syukurilah!
dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS. Adz-Dzariyat: 21)
Pikirkan dan renungkan apa yang ada pada diri, keluarga, rumah, pekerjaan, kesehatan, dan apa saja yang tersedia di sekeliling Anda. Dan janganlah termasuk golongan
mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir.” (QS. An-Nahl: 83)

Sumber: Buku Latahzan Jangan Bersedih Oleh Dr. 'Aidh al-Qarni

Selasa, 20 September 2011

Islam Rahmatan Lil ‘Alamin


Benar bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin. Namun banyak orang menyimpangkan pernyataan ini kepada pemahaman-pemahaman yang salah kaprah. Sehingga menimbulkan banyak kesalahan dalam praktek beragama bahkan dalam hal yang sangat fundamental, yaitu dalam masalah aqidah.
Pernyataan  bahwa Islam adalah agamanya yang rahmatan lil ‘alamin sebenarnya adalah kesimpulan dari firman Allah Ta’ala,
وَما أَرْسَلْناكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعالَمِينَ
Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia” (QS. Al Anbiya: 107)
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam diutus dengan membawa ajaran Islam, maka Islam adalah rahmatan lil’alamin, Islam adalah rahmat bagi seluruh manusia.
Secara bahasa,
الرَّحْمة: الرِّقَّةُ والتَّعَطُّفُ
rahmat artinya kelembutan yang berpadu dengan rasa iba (Lihat Lisaanul Arab, Ibnul Mandzur). Atau dengan kata lain rahmat dapat diartikan dengan kasih sayang. Jadi, diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam adalah bentuk kasih sayang Allah kepada seluruh manusia.
Penafsiran Para Ahli Tafsir
1. Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalam Tafsir Ibnul Qayyim:
“Pendapat yang lebih benar dalam menafsirkan ayat ini adalah bahwa rahmat disini bersifat umum. Dalam masalah ini, terdapat dua penafsiran:
Pertama: Alam semesta secara umum mendapat manfaat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.
Orang yang mengikuti beliau, dapat meraih kemuliaan di dunia dan akhirat sekaligus.
Orang kafir yang memerangi beliau, manfaat yang mereka dapatkan adalah disegerakannya pembunuhan dan maut bagi mereka, itu lebih baik bagi mereka. Karena hidup mereka hanya akan menambah kepedihan adzab kelak di akhirat. Kebinasaan telah ditetapkan bagi mereka. Sehingga, dipercepatnya ajal lebih bermanfaat bagi mereka daripada hidup menetap dalam kekafiran.
Orang kafir yang terikat perjanjian dengan beliau, manfaat bagi mereka adalah dibiarkan hidup didunia dalam perlindungan dan perjanjian. Mereka ini lebih sedikit keburukannya daripada orang kafir yang memerangi Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.
Orang munafik, yang menampakkan iman secara zhahir saja, mereka mendapat manfaat berupa terjaganya darah, harta, keluarga dan kehormatan mereka. Mereka pun diperlakukan sebagaimana kaum muslimin yang lain dalam hukum waris dan hukum yang lain.
Dan pada umat manusia setelah beliau diutus, Allah Ta’ala tidak memberikan adzab yang menyeluruh dari umat manusia di bumi. Kesimpulannya, semua manusia mendapat manfaat dari diutusnya Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.
Kedua: Islam adalah rahmat bagi setiap manusia, namun orang yang beriman menerima rahmat ini dan mendapatkan manfaat di dunia dan di akhirat. Sedangkan orang kafir menolaknya. Sehingga bagi orang kafir, Islam tetap dikatakan rahmat bagi mereka, namun mereka enggan menerima. Sebagaimana jika dikatakan ‘Ini adalah obat bagi si fulan yang sakit’. Andaikan fulan tidak meminumnya, obat tersebut tetaplah dikatakan obat”
2. Muhammad bin Ali Asy Syaukani dalam Fathul Qadir:
“Makna ayat ini adalah ‘Tidaklah Kami mengutusmu, wahai Muhammad, dengan membawa hukum-hukum syariat, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia tanpa ada keadaan atau alasan khusus yang menjadi pengecualian’. Dengan kata lain, ‘satu-satunya alasan Kami mengutusmu, wahai Muhammad, adalah sebagai rahmat yang luas. Karena kami mengutusmu dengan membawa sesuatu yang menjadi sebab kebahagiaan di akhirat’ ”
3. Muhammad bin Jarir Ath Thabari dalam Tafsir Ath Thabari:
“Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang makna ayat ini, tentang apakah seluruh manusia yang dimaksud dalam ayat ini adalah seluruh manusia baik mu’min dan kafir? Ataukah hanya manusia mu’min saja? Sebagian ahli tafsir berpendapat, yang dimaksud adalah seluruh manusia baik mu’min maupun kafir. Mereka mendasarinya dengan riwayat dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu dalam menafsirkan ayat ini:
من آمن بالله واليوم الآخر كتب له الرحمة في الدنيا والآخرة , ومن لم يؤمن بالله ورسوله عوفي مما أصاب الأمم من الخسف والقذف
Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, ditetapkan baginya rahmat di dunia dan akhirat. Namun siapa saja yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, bentuk rahmat bagi mereka adalah dengan tidak ditimpa musibah yang menimpa umat terdahulu, seperti mereka semua di tenggelamkan atau di terpa gelombang besar
dalam riwayat yang lain:
تمت الرحمة لمن آمن به في الدنيا والآخرة , ومن لم يؤمن به عوفي مما أصاب الأمم قبل
Rahmat yang sempurna di dunia dan akhirat bagi orang-orang yang beriman kepada Rasulullah. Sedangkan bagi orang-orang yang enggan beriman, bentuk rahmat bagi mereka adalah dengan tidak ditimpa musibah yang menimpa umat terdahulu
Pendapat ahli tafsir yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud adalah orang-orang beriman saja. Mereka membawakan riwayat dari Ibnu Zaid dalam menafsirkan ayat ini:
فهو لهؤلاء فتنة ولهؤلاء رحمة , وقد جاء الأمر مجملا رحمة للعالمين . والعالمون هاهنا : من آمن به وصدقه وأطاعه
Dengan diutusnya Rasulullah, ada manusia yang mendapat bencana, ada yang mendapat rahmah, walaupun bentuk penyebutan dalam ayat ini sifatnya umum, yaitu sebagai rahmat bagi seluruh manusia. Seluruh manusia yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang beriman kepada Rasulullah, membenarkannya dan menaatinya
Pendapat yang benar dari dua pendapat ini adalah pendapat yang pertama, sebagaimana riwayat Ibnu Abbas. Yaitu Allah mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam sebagai rahmat bagi seluruh manusia, baik mu’min maupun kafir. Rahmat bagi orang mu’min yaitu Allah memberinya petunjuk dengan sebab diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi Wa sallam memasukkan orang-orang beriman ke dalam surga dengan iman dan amal mereka terhadap ajaran Allah. Sedangkan rahmat bagi orang kafir, berupa tidak disegerakannya bencana yang menimpa umat-umat terdahulu yang mengingkari ajaran Allah” (diterjemahkan secara ringkas).
4. Muhammad bin Ahmad Al Qurthubi dalam Tafsir Al Qurthubi
“Said bin Jubair berkata: dari Ibnu Abbas, beliau berkata:
كان محمد صلى الله عليه وسلم رحمة لجميع الناس فمن آمن به وصدق به سعد , ومن لم يؤمن به سلم مما لحق الأمم من الخسف والغرق
Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam adalah rahmat bagi seluruh manusia. Bagi yang beriman dan membenarkan ajaran beliau, akan mendapat kebahagiaan. Bagi yang tidak beriman kepada beliau, diselamatkan dari bencana yang menimpa umat terdahulu berupa ditenggelamkan ke dalam bumi atau ditenggelamkan dengan air
Ibnu Zaid berkata:
أراد بالعالمين المؤمنين خاص
Yang dimaksud ‘seluruh manusia’ dalam ayat ini adalah hanya orang-orang yang beriman” ”
5. Ash Shabuni dalam Shafwatut Tafasir
“Maksud ayat ini adalah ‘Tidaklah Kami mengutusmu, wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh makhluk’. Sebagaimana dalam sebuah hadits:
إنما أنا رحمة مهداة
Sesungguhnya aku adalah rahmat yang dihadiahkan (oleh Allah)” (HR. Al Bukhari dalam Al ‘Ilal Al Kabir 369, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 2/596. Hadits ini di-shahih-kan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 490, juga dalam Shahih Al Jami’, 2345)
Orang yang menerima rahmat ini dan bersyukur atas nikmat ini, ia akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Allah Ta’ala tidak mengatakan ‘rahmatan lilmu’minin‘, namun mengatakan ‘rahmatan lil ‘alamin‘ karena Allah Ta’ala ingin memberikan rahmat bagi seluruh makhluknya dengan diutusnya pemimpin para Nabi, Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Beliau diutus dengan membawa kebahagiaan yang besar. Beliau juga menyelamatkan manusia dari kesengsaraan yang besar. Beliau menjadi sebab tercapainya berbagai kebaikan di dunia dan akhirat. Beliau memberikan pencerahan kepada manusia yang sebelumnya berada dalam kejahilan. Beliau memberikan hidayah kepada menusia yang sebelumnya berada dalam kesesatan. Inilah yang dimaksud rahmat Allah bagi seluruh manusia. Bahkan orang-orang kafir mendapat manfaat dari rahmat ini, yaitu ditundanya hukuman bagi mereka. Selain itu mereka pun tidak lagi ditimpa azab berupa diubah menjadi binatang, atau dibenamkan ke bumi, atau ditenggelamkan dengan air”
Pemahaman Yang Salah Kaprah
Permasalahan muncul ketika orang-orang menafsirkan ayat ini secara serampangan, bermodal pemahaman bahasa dan logika yang dangkal. Atau berusaha memaksakan makna ayat agar sesuai dengan hawa nafsunya. Diantaranya pemahaman tersebut adalah:
1. Berkasih sayang dengan orang kafir
Sebagian orang mengajak untuk berkasih sayang kepada orang kafir, tidak perlu membenci mereka, mengikuti acara-acara mereka, enggan menyebut mereka kafir, atau bahkan menyerukan bahwa semua agama sama dan benar, dengan berdalil dengan ayat:
وَما أَرْسَلْناكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعالَمِينَ
Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi alam semesta” (QS. Al Anbiya: 107)
Padahal bukan demikian tafsiran dari ayat ini. Allah Ta’ala menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh manusia, namun bentuk rahmat bagi orang kafir bukanlah dengan berkasih sayang kepada mereka. Bahkan telah dijelaskan oleh para ahli tafsir, bahwa bentuk rahmat bagi mereka adalah dengan tidak ditimpa musibah besar yang menimpa umat terdahulu. Inilah bentuk kasih sayang Allah terhadap orang kafir, dari penjelasan sahabat Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu.
Bahkan konsekuensi dari keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah membenci segala bentuk penyembahan kepada selain Allah, membenci bentuk-bentuk penentangan terhadap ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam, serta membenci orang-orang yang melakukannya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
لاَ تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka” (QS. Al-Mujadalah: 22)
Namun perlu dicatat, harus membenci bukan berarti harus membunuh, melukai, atau menyakiti orang kafir yang kita temui. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Qayyim dalam tafsir beliau di atas, bahwa ada orang kafir yang wajib diperangi, ada pula yang tidak boleh dilukai.
Menjadikan surat Al Anbiya ayat 107 sebagai dalil pluralisme agama juga merupakan pemahaman yang menyimpang. Karena ayat-ayat Al Qur’an tidak mungkin saling bertentangan. Bukankah Allah Ta’ala sendiri yang berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإِسْلامُ
Agama yang diridhai oleh Allah adalah Islam” (QS. Al Imran: 19)
Juga firman Allah Ta’ala:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” (QS. Al Imran: 85)
Orang yang mengusung isu pluralisme mungkin menafsirkan ‘Islam’ dalam ayat-ayat ini dengan ‘berserah diri’. Jadi semua agama benar asalkan berserah diri kepada Tuhan, kata mereka. Cukuplah kita jawab bualan mereka dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam:
الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وتقيم الصلاة وتؤتي الزكاة وتصوم رمضان وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلا
”Islam itu engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah, engkau mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya” (HR. Muslim no.8)
Justru surat Al Anbiya ayat 107 ini adlalah bantahan telak terhadap pluralisme agama. Karena ayat ini adalah dalil bahwa semua manusia di muka bumi wajib memeluk agama Islam. Karena Islam itu ‘lil alamin‘, diperuntukkan bagi seluruh manusia di muka bumi. Sebagaimana dijelaskan Imam Ibnul Qayyim di atas: “Islam adalah rahmat bagi setiap manusia, namun orang yang beriman menerima rahmat ini dan mendapatkan manfaat di dunia dan di akhirat. Sedangkan orang kafir menolaknya”.
2. Berkasih sayang dalam kemungkaran
Sebagian kaum muslimin membiarkan orang-orang meninggalkan shalat, membiarkan pelacuran merajalela, membiarkan wanita membuka aurat mereka di depan umum bahkan membiarkan praktek-praktek kemusyrikan dan enggan menasehati mereka karena khawatir para pelaku maksiat tersinggung hatinya jika dinasehati, kemudian berkata : “Islam khan rahmatan lil’alamin, penuh kasih sayang”. Sungguh aneh.
Padahal bukanlah demikian tafsir surat Al Anbiya ayat 107 ini. Islam sebagai rahmat Allah bukanlah bermakna berbelas kasihan kepada pelaku kemungkaran dan membiarkan mereka dalam kemungkarannya. Sebagaiman dijelaskan Ath Thabari dalam tafsirnya di atas, “Rahmat bagi orang mu’min yaitu Allah memberinya petunjuk dengan sebab diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi Wa sallam memasukkan orang-orang beriman ke dalam surga dengan iman dan amal mereka terhadap ajaran Allah”.
Maka bentuk kasih sayang Allah terhadap orang mu’min adalah dengan memberi mereka petunjuk untuk menjalankan perinta-perintah Allah dan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah, sehingga mereka menggapai jannah. Dengan kata lain, jika kita juga merasa cinta dan sayang kepada saudara kita yang melakukan maksiat, sepatutnya kita menasehatinya dan mengingkari maksiat yang dilakukannya dan mengarahkannya untuk melakukan amal kebaikan.
Dan sikap rahmat pun diperlukan dalam mengingkari maksiat. Sepatutnya pengingkaran terhadap maksiat mendahulukan sikap lembut dan penuh kasih sayang, bukan mendahulukan sikap kasar dan keras. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam bersabda:
إن الرفق لا يكون في شيء إلا زانه . ولا ينزع من شيء إلا شانه
Tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu, kecuali akan menghiasnya. Tidaklah kelembutan itu hilang dari sesuatu, kecuali akan memperburuknya” (HR. Muslim no. 2594)
3. Berkasih sayang dalam penyimpangan beragama
Adalagi yang menggunakan ayat ini untuk melegalkan berbagai bentuk bid’ah, syirik dan khurafat. Karena mereka menganggap bentuk-bentuk penyimpangan tersebut adalah perbedaan pendapat yang harus ditoleransi sehingga merekapun berkata: “Biarkanlah kami dengan pemahaman kami, jangan mengusik kami, bukankah Islam rahmatan lil’alamin?”. Sungguh aneh.
Menafsirkan rahmat dalam surat Al Anbiya ayat 107 dengan kasih sayang dan toleransi terhadap semua pemahaman yang ada pada kaum muslimin, adalah penafsiran yang sangat jauh. Tidak ada ahli tafsir yang menafsirkan demikian.
Perpecahan ditubuh ummat menjadi bermacam golongan adalah fakta, dan sudah diperingatkan sejak dahulu oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Dan orang yang mengatakan semua golongan tersebut itu benar dan semuanya dapat ditoleransi tidak berbeda dengan orang yang mengatakan semua agama sama. Diantara bermacam golongan tersebut tentu ada yang benar dan ada yang salah. Dan kita wajib mengikuti yang benar, yaitu yang sesuai dengan ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Bahkan Ibnul Qayyim mengatakan tentang rahmat dalam surat Al Anbiya ayat 107: “Orang yang mengikuti beliau, dapat meraih kemuliaan di dunia dan akhirat sekaligus”. Artinya, Islam adalah bentuk kasih sayang Allah kepada orang yang mengikuti golongan yang benar yaitu yang mau mengikuti ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.
Pernyataan ‘biarkanlah kami dengan pemahaman kami, jangan mengusik kami’ hanya berlaku kepada orang kafir. Sebagaimana dinyatakan dalam surat Al Kaafirun:
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Katakanlah: ‘Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku‘”
Sedangkan kepada sesama muslim, tidak boleh demikian. Bahkan wajib menasehati bila saudaranya terjerumus dalam kesalahan. Yang dinasehati pun sepatutnya lapang menerima nasehat. Bukankah orang-orang beriman itu saling menasehati dalam kebaikan?
وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍإِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al ‘Ashr: 1 – 3)
Dan menasehati orang yang berbuat menyimpang dalam agama adalah bentuk kasih sayang kepada orang tersebut. Bahkan orang yang mengetahui saudaranya terjerumus ke dalam penyimpangan beragama namun mendiamkan, ia mendapat dosa. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam:
إذا عملت الخطيئة في الأرض كان من شهدها فكرهها كمن غاب عنها . ومن غاب عنها فرضيها ، كان كمن شهدها
Jika engkau mengetahui adanya sebuah kesalahan (dalam agama) terjadi dimuka bumi, orang yang melihat langsung lalu mengingkarinya, ia sama seperti orang yang tidak melihat langsung (tidak dosa). Orang yang tidak melihat langsung namun ridha terhadap kesalahan tersebut, ia sama seperti orang yang melihat langsung (mendapat dosa)” (HR. Abu Daud no.4345, dihasankan Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud)
Perselisihan pendapat pun tidak bisa dipukul-rata bahwa semua pendapat bisa ditoleransi. Apakah kita mentoleransi sebagian orang sufi yang berpendapat shalat lima waktu itu tidak wajib bagi orang yang mencapai tingkatan tertentu? Atau sebagian orang kejawen yang menganggap shalat itu yang penting ‘ingat Allah’ tanpa harus melakukan shalat? Apakah kita mentoleransi pendapat Ahmadiyyah yang mengatakan bahwa berhaji tidak harus ke Makkah? Tentu tidak dapat ditoleransi. Jika semua pendapat orang dapat ditoleransi, hancurlah agama ini. Namun pendapat-pendapat yang berdasarkan dalil shahih, cara berdalil yang benar, menggunakan kaidah para ulama, barulah dapat kita toleransi.
4. Menyepelekan permasalahan aqidah
Dengan menggunakan ayat ini, sebagian orang menyepelekan dan enggan mendakwahkan aqidah yang benar. Karena mereka menganggap mendakwahkan aqidah hanya akan memecah-belah ummat dan menimbulkan kebencian sehingga tidak sesuai dengan prinsip bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alamin.
Renungkanlah perkataan Ash Shabuni dalam menafsirkan rahmatan lil ‘alamin: “Beliau Shallallahu ‘alaihi Wa sallam memberikan pencerahan kepada manusia yang sebelumnya berada dalam kejahilan. Beliau memberikan hidayah kepada menusia yang sebelumnya berada dalam kesesatan. Inilah yang dimaksud rahmat Allah bagi seluruh manusia”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam menjadi rahmat bagi seluruh manusia karena beliau membawa ajaran tauhid. Karena manusia pada masa sebelum beliau diutus berada dalam kesesatan berupa penyembahan kepada sesembahan selain Allah, walaupun mereka menyembah kepada Allah juga. Dan inilah inti ajaran para Rasul. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah saja, dan jauhilah Thaghut’ ” (QS. An Nahl: 36)
Selain itu, bukankah masalah aqidah ini yang dapat menentukan nasib seseorang apakah ia akan kekal di neraka atau tidak? Allah Ta’ala berfirman:
نَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun” (QS. Al Maidah: 72)
Oleh karena itu, adakah yang lebih urgen dari masalah ini?
Kesimpulannya, justru dakwah tauhid, seruan untuk beraqidah yang benar adalah bentuk rahmat dari Allah Ta’ala. Karena dakwah tauhid yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam adalah rahmat Allah, maka bagaimana mungkin menjadi sebab perpecahan ummat? Justru kesyirikanlah yang sebenarnya menjadi sebab perpecahan ummat. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا ۖ كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
Janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka” (QS. Ar Ruum: 31-32)
Pemahaman Yang Benar 
Berdasarkan penafsiran para ulama ahli tafsir yang terpercaya, beberapa faedah yang dapat kita ambil dari ayat ini adalah:
  1. Di utusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam sebagai Rasul Allah adalah bentuk kasih sayang Allah kepada seluruh manusia.
  1. Seluruh manusia di muka bumi diwajibkan memeluk agama Islam.
  1. Hukum-hukum syariat dan aturan-aturan dalam Islam adalah bentuk kasih sayang Allah Ta’ala kepada makhluk-Nya.
  1. Seluruh manusia mendapat manfaat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam
  1. Rahmat yang sempurna hanya didapatkan oleh orang yang beriman kepada ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam
  1. Seluruh manusia mendapat manfaat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.
  1. Orang yang beriman kepada ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam, membenarkan beliau serta taat kepada beliau, akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
  1. Orang kafir yang memerangi Islam juga mendapat rahmat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam, yaitu dengan diwajibkannya perang melawan mereka. Karena kehidupan mereka didunia lebih lama hanya akan menambah kepedihan siksa neraka di akhirat kelak.
  1. Orang kafir yang terikat perjanjian dengan kaum musliminjuga mendapat rahmat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Yaitu dengan dilarangnya membunuh dan merampas harta mereka.
  1. Secara umum, orang kafir mendapat rahmat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam berupa dihindari dari adzab yang menimpa umat-umat terdahulu yang menentang Allah. Sehingga setelah diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam, tidak akan ada kaum kafir yang diazab dengan cara ditenggelamkan seluruhnya atau dibenamkan ke dalam bumi seluruhnya atau diubah menjadi binatang seluruhnya.
  1. Orang munafik yang mengaku beriman di lisan namun ingkar di dalam hati juga mendapat rahmat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Mereka mendapat manfaat berupa terjaganya darah, harta, keluarga dan kehormatan mereka. Mereka pun diperlakukan sebagaimana kaum muslimin yang lain dalam hukum waris dan hukum yang lain. Namun di akhirat kelak Allah akan menempatkan mereka di dasar neraka Jahannam.
  1. Pengutusan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam menjadi rahmat karena beliau telah memberikan pencerahan kepada manusia yang awalnya dalam kejahilan dan memberikan hidayah kepada manusia yang awalnya berada dalam kesesatan berupa peribadatan kepada selain Allah.
  1. Sebagian ulama berpendapat, rahmat dalam ayat ini diberikan juga kepada orang kafir namun mereka menolaknya. Sehingga hanya orang mu’min saja yang mendapatkannya.
  1. Sebagain ulama berpendapat, rahmat dalam ayat ini hanya diberikan orang mu’min.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua, yang dengan sebab rahmat-Nya tersebut kita dikumpulkan di dalam Jannah-Nya.
Alhamdulillahiladzi bini’matihi tatimmush shalihat..
Sumber : www.muslim.or.id

Sabtu, 17 September 2011

Hukum Pacaran Menurut Agama Islam

Istilah pacaran itu sebenarnya bukan bahasa hukum, karena pengertian dan batasannya tidak sama buat setiap orang. Istilah pacaran tidak bisa lepas dari remaja, karena salah satu ciri remaja yang menonjol adalah rasa senang kepada lawan jenis disertai keinginan untuk memiliki. Pada masa ini, seorang remaja biasanya mulai “naksir” lawan jenisnya. Lalu ia berupaya melakukan pendekatan untuk mendapatkan kesempatan mengungkapkan isi hatinya. Setelah pendekatannya berhasil dan gayung bersambut, lalu keduanya mulai berpacaran.
Pacaran dapat diartikan bermacam-macam, tetapi intinya adalah jalinan cinta antara seorang remaja dengan lawan jenisnya. Praktik
pacaran juga bermacam-macam, ada yang sekedar berkirim surat, telepon, menjemput, mengantar atau menemani pergi ke suatu tempat, apel, sampai ada yang layaknya pasangan suami istri.
Di kalangan remaja sekarang ini, pacaran menjadi identitas yang sangat dibanggakan. Biasanya seorang remaja akan bangga dan percaya diri jika sudah memiliki pacar. Sebaliknya remaja yang belum memiliki pacar dianggap kurang gaul. Karena itu, mencari pacar dikalangan remaja tidak saja menjadi kebutuhan biologis tetapi juga menjadi kebutuhan sosiologis. Maka tidak heran, kalau sekarang
mayoritas remaja sudah memiliki teman spesial yang disebut “pacar”
I. Tujuan Pacaran
Ada beragam tujuan orang berpacaran. Ada yang sekedar iseng, atau mencari teman bicara, atau lebih jauh untuk tempat mencurahkan isi hati. Dan bahkan ada juga yang memang menjadikan masa pacaran sebagai masa perkenalan dan penjajakan dalam menempuh jenjang pernikahan.
Namun tidak semua bentuk pacaran itu bertujuan kepada jenjang pernikahan. Banyak diantara pemuda dan pemudi yang lebih terdorong oleh rasa ketertarikan semata, sebab dari sisi kedewasaan, usia, kemampuan finansial dan persiapan lainnya dalam membentuk rumah tangga, mereka sangat belum siap.
Secara lebih khusus, ada yang menganggap bahwa masa pacaran itu sebagai masa penjajakan, media perkenalan sisi yang lebih dalam serta mencari kecocokan antar keduanya. Semua itu dilakukan karena nantinya mereka akan membentuk rumah tangga. Dengan tujuan itu, sebagian norma di tengah masyarakat membolehkan pacaran. Paling tidak dengan cara membiarkan pasangan yang sedang pacaran itu melakukan aktifitasnya. Maka istilah apel malam minggu menjadi fenomena yang wajar dan dianggap sebagai bagian dari aktifitas yang normal.
II. Apa Yang Dilakukan Saat Pacaran ?
Lepas dari tujuan, secara umum pada saat berpacaran banyak terjadi hal-hal yang diluar dugaan. Bahkan beberapa penelitian menyebutkan bahwa aktifitas pacaran pelajar dan mahasiswa sekarang ini cenderung sampai kepada level yang sangat jauh. Bukan sekedar kencan, jalan-jalan dan berduaan, tetapi data menunjukkan bahwa ciuman, rabaan anggota tubuh dan bersetubuh secara langsung sudah merupakan hal yang biasa terjadi.
Sehingga kita juga sering mendengar istilah “chek-in”, yang awalnya adalah istilah dalam dunia perhotelan untuk menginap. Namun tidak sedikit hotel yang pada hari ini berali berfungsi sebagai tempat untuk berzina pasangan pelajar dan mahasiswa, juga pasanga-pasangan tidak syah lainnya. Bahkan hal ini sudah menjadi bagian dari lahan pemasukan tersendiri buat beberapa hotel dengan memberi kesempatan chek-in secara short time, yaitu kamar yang disewakan secara jam-jaman untuk ruangan berzina bagi para pasangan di luar nikah.
Pihak pengelola hotel sama sekali tidak mempedulikan apakah pasangan yang melakukan chek-in itu suami istri atau bulan, sebab hal itu dianggap sebagai hak asasi setiap orang.
Selain di hotel, aktifitas percumbuan dan hubungan seksual di luar nikah juga sering dilakukan di dalam rumah sendiri, yaitu memanfaatkan kesibukan kedua orang tua. Maka para pelajar dan mahasiswa bisa lebih bebas melakukan hubungan seksual di luar nikah di dalam rumah mereka sendiri tanpa kecurigaan, pengawasan dan perhatian dari anggota keluarga lainnya.
Data menunjukkan bahwa seks di luar nikah itu sudah dilakukan bukan hanya oleh pasangan mahasiswa dan orang dewasa, namun anak-anak pelajar menengah atas (SLTA) dan menengah pertama (SLTP) juga terbiasa melakukannya. Pola budaya yang permisif (serba boleh) telah menjadikan hubungan pacaran sebagai legalisasi kesempatan berzina. Dan terbukti dengan maraknya kasus `hamil di luar nikah` dan aborsi ilegal.
Fakta dan data lebih jujur berbicara kepada kita ketimbang apologi. Maka jelaslah bahwa praktek pacaran pelajar dan mahasiswa sangat rentan dengan perilaku zina yang oleh sistem hukum di negeri ini sama sekali tidak dilarang. Sebab buat sistem hukum sekuluer warisan penjajah, zina adalah hak asasi yang harus dilindungi. Sepasang pelajar atau mahasiswa yang berzina, tidak bisa dituntut secara hukum. Bahkan bila seks bebas itu menghasilkan hukuman dari Allah berupa AIDS, para pelakunya justru akan diberi simpati.
III. Pacaran Dalam Pandangan Islam
a. Islam Mengakui Rasa Cinta
Islam mengakui adanya rasa cinta yang ada dalam diri manusia. Ketika seseorang memiliki rasa cinta, maka hal itu adalah anugerah Yang Kuasa. Termasuk rasa cinta kepada wanita (lawan jenis) dan lain-lainnya.
`Dijadikan indah pada manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik .`(QS. Ali Imran :14).
Khusus kepada wanita, Islam menganjurkan untuk mewujudkan rasa cinta itu dengan perlakuan yang baik, bijaksana, jujur, ramah dan yang paling penting dari semua itu adalah penuh dengan tanggung-jawab. Sehingga bila seseorang mencintai wanita, maka menjadi kewajibannya untuk memperlakukannya dengan cara yang paling baik.
Rasulullah SAW bersabda,`Orang yang paling baik diantara kamu adalah orang yang paling baik terhadap pasangannya (istrinya). Dan aku adalah orang yang paling baik terhadap istriku`.
b. Cinta Kepada Lain Jenis Hanya Ada Dalam Wujud Ikatan Formal
Namun dalam konsep Islam, cinta kepada lain jenis itu hanya dibenarkan manakala ikatan di antara mereka berdua sudah jelas. Sebelum adanya ikatan itu, maka pada hakikatnya bukan sebuah cinta, melainkan nafsu syahwat dan ketertarikan sesaat.
Sebab cinta dalam pandangan Islam adalah sebuah tanggung jawab yang tidak mungkin sekedar diucapkan atau digoreskan di atas kertas surat cinta belaka. Atau janji muluk-muluk lewat SMS, chatting dan sejenisnya. Tapi cinta sejati haruslah berbentuk ikrar dan pernyataan tanggung-jawab yang disaksikan oleh orang banyak.
Bahkan lebih `keren`nya, ucapan janji itu tidaklah ditujukan kepada pasangan, melainkan kepada ayah kandung wanita itu. Maka seorang laki-laki yang bertanggung-jawab akan berikrar dan melakukan ikatan untuk menjadikan wanita itu sebagai orang yang menjadi pendamping hidupnya, mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya dan menjadi `pelindung` dan `pengayomnya`. Bahkan `mengambil alih` kepemimpinannya dari bahu sang ayah ke atas bahunya.
Dengan ikatan itu, jadilah seorang laki-laki itu `laki-laki sejati`. Karena dia telah menjadi suami dari seorang wanita. Dan hanya ikatan inilah yang bisa memastikan apakah seorang laki-laki itu betul serorang gentlemen atau sekedar kelas laki-laki iseng tanpa nyali. Beraninya hanya menikmati sensasi seksual, tapi tidak siap menjadi “the real man”.
Dalam Islam, hanya hubungan suami istri sajalah yang membolehkan terjadinya kontak-kontak yang mengarah kepada birahi. Baik itu sentuhan, pegangan, cium dan juga seks. Sedangkan di luar nikah, Islam tidak pernah membenarkan semua itu. Akhlaq ini sebenarnya bukan hanya monopoli agama Islam saja, tapi hampir semua agama mengharamkan perzinaan. Apalagi agama Kristen yang dulunya adalah agama Islam juga, namun karena terjadi penyimpangan besar sampai masalah sendi yang paling pokok, akhirnya tidak pernah terdengar kejelasan agama ini mengharamkan zina dan perbuatan yang menyerampet kesana.
Sedangkan pemandangan yang kita lihat dimana ada orang Islam yang melakukan praktek pacaran dengan pegang-pegangan, ini menunjukkan bahwa umumnya manusia memang telah terlalu jauh dari agama. Karena praktek itu bukan hanya terjadi pada masyarakat Islam yang nota bene masih sangat kental dengan keaslian agamanya, tapi masyakat dunia ini memang benar-benar telah dilanda degradasi agama.
Barat yang mayoritas nasrani justru merupakan sumber dari hedonisme dan permisifisme ini. Sehingga kalau pemandangan buruk itu terjadi juga pada sebagian pemuda-pemudi Islam, tentu kita tidak melihat dari satu sudut pandang saja. Tapi lihatlah bahwa kemerosotan moral ini juga terjadi pada agama lain, bahkan justru lebih parah.
c. Pacaran Bukan Cinta
Melihat kecenderungan aktifitas pasangan muda yang berpacaran, sesungguhnya sangat sulit untuk mengatakan bahwa pacaran itu adalah media untuk saling mencinta satu sama lain. Sebab sebuah cinta sejati tidak berbentuk sebuah perkenalan singkat, misalnya dengan bertemu di suatu kesempatan tertentu lalu saling bertelepon, tukar menukar SMS, chatting dan diteruskan dengan janji bertemu langsung.
Semua bentuk aktifitas itu sebenarnya bukanlah aktifitas cinta, sebab yang terjadi adalah kencan dan bersenang-senang. Sama sekali tidak ada ikatan formal yang resmi dan diakui. Juga tidak ada ikatan tanggung-jawab antara mereka. Bahkan tidak ada kepastian tentang kesetiaan dan seterusnya.
Padahal cinta itu adalah memiliki, tanggung-jawab, ikatan syah dan sebuah harga kesetiaan. Dalam format pacaran, semua instrumen itu tidak terdapat, sehingga jelas sekali bahwa pacaran itu sangat berbeda dengan cinta.
d. Pacaran Bukanlah Penjajakan / Perkenalan
Bahkan kalau pun pacaran itu dianggap sebagai sarana untuk saling melakukan penjajakan, atau perkenalan atau mencari titik temu antara kedua calon suami istri, bukanlah anggapan yang benar. Sebab penjajagan itu tidak adil dan kurang memberikan gambaran sesungguhnya atas data yang diperlukan dalam sebuah persiapan pernikahan.
Dalam format mencari pasangan hidup, Islam telah memberikan panduan yang jelas tentang apa saja yang perlu diperhitungkan. Misalnya sabda Rasulullah SAW tentang 4 kriteria yang terkenal itu.
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW berdabda,`Wanita itu dinikahi karena 4 hal : [1] hartanya, [2] keturunannya, [3] kecantikannya dan [4] agamanya. Maka perhatikanlah agamanya kamu akan selamat. (HR. Bukhari Kitabun Nikah Bab Al-Akfa` fiddin nomor 4700, Muslim Kitabur-Radha` Bab Istihbabu Nikah zatid-diin nomor 2661)
Selain keempat kriteria itu, Islam membenarkan bila ketika seorang memilih pasangan hidup untuk mengetahui hal-hal yang tersembunyi yang tidak mungkin diceritakan langsung oleh yang bersangkutan. Maka dalam masalah ini, peran orang tua atau pihak keluarga menjadi sangat penting.
Inilah proses yang dikenal dalam Islam sebagai ta`aruf. Jauh lebih bermanfaat dan objektif ketimbang kencan berduaan. Sebab kecenderungan pasangan yang sedang kencan adalah menampilkan sisi-sisi terbaiknya saja. Terbukti dengan mereka mengenakan pakaian yang terbaik, bermake-up, berparfum dan mencari tempat-tempat yang indah dalam kencan. Padahal nantinya dalam berumah tangga tidak lagi demikian kondisinya.
Istri tidak selalu dalam kondisi bermake-up, tidak setiap saat berbusana terbaik dan juga lebih sering bertemu dengan suaminya dalam keadaan tanpa parfum dan acak-acakan. Bahkan rumah yang mereka tempati itu bukanlah tempat-tempat indah mereka dulu kunjungi sebelumnya. Setelah menikah mereka akan menjalani hari-hari biasa yang kondisinya jauh dari suasana romantis saat pacaran.
Maka kesan indah saat pacaran itu tidak akan ada terus menerus di dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dengan demikian, pacaran bukanlah sebuah penjajakan yang jujur, sebaliknya bisa dikatakan sebuah penyesatan dan pengelabuhan.
Dan tidak heran bila kita dapati pasangan yang cukup lama berpacaran, namun segera mengurus perceraian belum lama setelah pernikahan terjadi. Padahal mereka pacaran bertahun-tahun dan membina rumah tangga dalam hitungan hari. Pacaran bukanlah perkenalan melainkan ajang kencan saja.